Minggu, 21 Februari 2016

Bumi dan Langit





Saat manusia membusungkan dada mereka, membanggakan kisah cinta bangsanya yang sudah mereka kira sempurna .  Padahal aku sendiri rasanya belum pernah mendengar cerita cinta lain yang lebih manis dari kisah cinta Bumi dan Langit .

Aku mengenal Bumi sebagai seorang yang paling sabar . Bumi itu kuat, belum pernah ia mengeluh karena beban makhluk-makhluk yang ada di permukaannya . Belum pernah ia merasa tak mampu untuk menahan rasa sakit saat manusia bengis menggerogoti sedikit-sedikit daging di tubuhnya . Dan selama ini juga belum pernah aku mendengar keluh kesah Bumi meski saat ini wajahnya mulai rusak karena ulah manusia yang tak tahu adat .

Bumi mungkin mampu menahan beban berat, menahan rasa sakit, menahan ego saat wajahnya mulai rusak .

Tapi aku tahu Bumi sering menangis karena tak mampu menahan rasa rindu kepada Langit .

Karena itu baru-baru ini aku tak sering mengajak Bumi berbicara, tak maulah aku menambah beban fikirannya .

Dahulu sekali, aku mengenal Langit sebagai seorang yang elok . Mungkin Langit adalah salah satu keajaiban terindah yang pernah Tuhan ciptakan . Warna biru adalah pertanda kerinduan, itulah mengapa Langit selalu berwarna biru yang seakan berkata kalau ia juga sangat merindukan Bumi . Ia sering meringis saat racun yang terlalu sering merobek-robek kulitnya . Namun langit tak pernah dendam, ia masih selalu tersenyum hingga saat ini .

Jadilah aku pun tak pernah berbincang lagi dengan Langit, jangankan untuk berbicara, sepertinya rasa perih bahkan mulai membuatnya sulit tersenyum lagi .

Beruntunglah mereka memiliki sahabat sebaik Air . Ia adalah seorang yang paling dermawan, tak tahulah aku darimana sifatnya itu . Bukan rahasia lagi jika Bumi selalu mengirimkannya ke atas untuk mengantarkan pesan, sebaliknya Langit juga mengirimkan pesannya ke Bumi sebagai Hujan . Tak pernah sungkan ia mengantarkan pesan cinta berkilo-kilometer jauhnya .

Air terlalu sibuk dengan tugasnya, tak maulah aku mengganggu ibadahnya sebagai penyalur amanat dua kekasih itu .

Aku sendiri tidak tahu apakah harus merasa beruntung atau merasa sedih . Satu sisi aku merasa beruntung karena tidak harus menahan beban dan rindu seperti bumi, tak harus risih karena tidak ada makhluk yang berkeliaran dikepalaku. Aku dapat hidup damai .

Tapi tak banyak yang tahu, kalau aku juga sering menangis karena kesunyian. Yang perlahan mendekapku dalam kegelapan .

-catatan hati Bulan-

Related Posts

Bumi dan Langit
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Like the post above? Please subscribe to the latest posts directly via email.